Tuesday, February 20, 2007

ILMUAWAN RI TEMUKAN PUPUK AJAIB

Biasanya petani mengeluarkan biaya Rp 950,000 per hektar hasilnya hanya 4 ton, dengan menggunakan nutrisi saputra menghasil lebih dari 7 ton dengan biaya Rp 360,000 per hektar.
Sukses Uji Coba di KarawangSURABAYA - Indonesia kini punya penemu yang hasil karyanya cukup fenomenal. Umar Hasan Saputra, sang penemu itu, telah berhasil menciptakan sebuah formula yang diberi nama teknologi pembentukan nutrisi esensial. Formula nutrisi esensial itu sudah dibuktikan mampu meningkatkan produktivitas panen padi di beberapa daerah. Di antaranya sudah dibuktikan di Karawang dan Bantul, Jogja.
Prestasi yang ditorehkan lulusan IPB (Institut Pertanian Bogor) itu menarik perhatian pengusaha sekelas Ir Ciputra. “Saya sudah lihat sendiri hasil panen padi yang menggunakan pupuk formula dari Saputra. Hasilnya luar biasa. Kalau (formula Saputra) itu dikembangkan, mungkin pabrik pupuk nanti bisa tutup,” kata Pak Ci, panggilan akrab Ciputra, ketika berdiskusi dengan awak redaksi Jawa Pos di Graha Pena Surabaya kemarin.
Pak Ci juga menyebut penemuan Saputra itu sebagai sesuatu yang akan bisa mengubah dunia. “Bisa saja dia (Saputra) nanti mendapatkan hadiah nobel. Umurnya sekarang baru 36 tahun,” kata Pak Ci yang baru saja merayakan ulang tahunnya ke-75 itu.
Karena penemuannya itulah, hari ini, Saputra diundang secara khusus untuk memberikan kuliah umum kepada para mahasiswa di Universitas Ciputra di Surabaya.
Saputra kepada Jawa Pos tadi malam menyebut bahwa penemuannya itu tidak hanya bermanfaat bagi tanaman. Tapi, juga bisa dipergunakan untuk kemanfaatan hewan dan manusia. “Bagi hewan ternak, bisa membuat lebih sehat. Bagi manusia, selain bisa menjadi lebih sehat, juga bisa lebih langsing dan awet muda,” jelasnya.
Prinsipnya, formula nutrisi esensial ciptaan Saputra itu bisa membuat kerja tubuh menjadi enteng. Di dalam tubuh manusia, formula Saputra tersebut bisa membuat kerja sel-sel menjadi lebih ringan. Dengan demikian, metabolisme menjadi lebih baik. Tubuh pun tak perlu lagi menyimpan banyak metabolit (istilah untuk sampah metabolisme).
Saputra melakukan penelitian tentang nutrisi esensial itu sejak 1993 dan baru mendapatkan hasilnya pada 2002. “Sementara Jepang baru menemukan (nutrisi esensial) itu tahun 2003. Saya hanya kalah publikasi,” ujar bapak dua anak tersebut.
Dia menambahkan, Jepang meyakini, nutrisi esensial berada di dasar laut, di kedalaman sekitar 200 meter. “Orang Jepang sering menyebutnya sebagai diamond of deep sea,” ungkapnya.
Karena diyakini berasal dari dalam laut itulah, para ilmuwan Jepang menyebut nutrisi tersebut sebagai revolusi biru. Sebab, formula itu nanti bisa mengubah wajah dunia menjadi lebih indah. “Dulu, ilmu pengetahuan mengenal revolusi hijau. Sebab, revolusi itu berasal dari pertanian. Kalau nutrisi esensial itu, istilahnya revolusi biru karena berasal dari laut,” terangnya.
Diperkirakan dari dalam laut, sejumlah ilmuwan meyakini garam sebagai salah satu bahan nutrisi esensial. Namun, setelah diteliti Saputra, garam saja tidak cukup. Butuh komposisi lain untuk melengkapi nutrisi kehidupan tersebut.
Saputra mengalahkan peneliti lain di belahan bumi. Perjalanan panjang penelitiannya akhirnya menguak misteri bahan-bahan nutrisi paling dicari di jagat ini.
Ternyata, dari hasil penelitian Saputra, mayoritas bahan revolusi biru itu berasal dari daratan. Saputra menyebut pati jagung sebagai salah satu bahan dasar, selain garam. Sari pohon yang biasa diladang itu diolah secara organik. “Salah satu bahannya memang pati jagung,” tegasnya. Sayang, dia enggan menjelaskan lebih detail bahan lain yang digunakan sebagai pembuat formula ajaib tersebut.
Saputra mengatakan, temuannya itu sudah dua tahun ini diujicobakan. Hasilnya sangat memuaskan. Ketika diujikan di ladang pertanian, nutrisi esensial yang sudah dibuat dalam bentuk serbuk dan cair itu mampu membuat produksi tanaman padi meningkat tajam.
Seperti yang sudah diujicobakan di Karawang yang Kamis lalu berhasil dipanen. Di ladang milik para petani itu, formula nutrisi esensial temuan Saputra diujicobakan dengan menerapkan teknologi Water Stimulating Feed (WSF).
“Biasanya, petani mengeluarkan sekitar Rp 950 ribu untuk biaya pupuk per hektare. Dengan campuran formula saya, cukup dengan Rp 360 ribu per hektare,” kata pria yang sehari-hari sebagai manajer riset di PT Suba Indah yang memproduksi WSF itu. (fid)

No comments: